Gaji Dokter Harus Naik Agar Tak Ada Gratifikasi dari Perusahaan Farmasi

Oleh: - 13 Februari 2016  |

Instagram

Dokter Cantik
Dokter Cantik (Shutterstock)

Ilham Oetama Marsis, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), membenarkan bahwa praktik gratifikasi kepada para dokter berbentuk sponsorship dari perusahaan farmasi adalah hal yang sering terjadi. Menurutnya, tidak semua dokter mempunyai kesejahteraan yang sama sehingga gratifikasi tidak bisa dihindari.

Menjadi seorang dokter, kata Ilham, membutuhkan banyak biaya, salah satunya untuk menempuh pendidikan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Dalam UU tersebut, dokter wajib menempuh pendidikan berkelanjutan.

Selain itu, dokter juga akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menjalankan aktivitas sesuai dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Dalam Kode Etik Kedokteran, dokter diwajibkan mengikuti temu ilmiah seperti seminar, simposium dan lokakarya.

Biaya-biaya yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan tersebut tentu tidak sedikit. Ilham mencontohkan, dokter di daerah akan mengeluarkan biaya perjalanan yang lebih banyak ketika harus menghadiri acara di ibukota atau bahkan di luar negeri.

Meski sangat mengharapkan bantuan pemerintah, namun Ilham sadar bahwa saat ini hal tersebut masih sulit terwujud. “Dalam hal ini apakah negara akan turut berperan serta, negara belum punya cukup uang,” ujar Ilham di sekretariat Pengurus Besar IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis,11 Februari 2016.

Baca juga:

Ilham mengakatakan, seorang dokter pemula biasanya hanya mendapatkan gaji sebesar Rp 3,5 juta. Dengan gaji yang relatif kecil itu, sangat sulit bagi seorang dokter pemula untuk membiayai sendiri sekolahnya, apalagi untuk menghadiri temu ilmiah di luar kota.

Solusi yang tepat untuk menekan angka gratifikasi, menurut Ilham, adalah dengan menaikan gaji dokter. “Pemerintah tidak memberikan dana, solusinya tingkatkan oenghasilan dokter, THP (take home pay) rasional,” ujar Ilham, dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu,13 Februari 2016.

Meski mengakui adanya praktik gratifikasi di kalangan dokter dari perusahaan-perusahaan farmasi, namun Ilham meyakinkan bahwa dokter yang menerima gratifikasi tetap bisa menjaga kemandiriannya. Hal tersebut sudah diatur di Kode Etik Kedokteran (Kodeki), dan dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara IDI dan perusahaan farmasi.

“Sepanjang yang kami laksanakan, sponsorship yang berlaku menunjang program P2KB (Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan),” tutupnya.

Berita Terkait.

Tinggalkan Balasan