Sejarah Aqua, Jatuh Bangun Tirto Utomo Dirikan AMDK Pertama

By-|

Instagram

Air Minum Aqua Kemasan Botol
Air Minum Aqua Kemasan Botol (indonetwork.co.id)

Kisah inspiratif yang Mediajurnal.com ulas kali ini adalah tentang Tirto Utomo, sosok hebat sang pendiri Aqua sekaligus pelopor air minum dalam kemasan (AMDK) di tanah air. Tirto Utomo atau Kwa Sien Biauw lahir di Wonosobo pada 8 Maret 1930. Orang tuanya, Kwa Liang Tjoan dan Tjan Thong Nio, merupakan pengusaha peternakan sapi perah. Lantaran di Wonosobo waktu itu tidak ada SMP, Tirto semasa SMP harus menempuh perjalanan sekitar 60 km ke Magelang setiap harinya untuk sekolah.

Setelah lulus SMP, Tirto melanjutkan sekolah di Hoogere Burgerschool atau HBS (sekolah setingkat SMA pada zaman Hindia Belanda) di Semarang, yang kemudian dilanjutkan ke SMAK St. Albertus, Malang. Masa remaja Tirto dihabiskan di Malang dan di sana pula dia bertemu Lisa (Kwee Gwat Kien) wanita yang di masa depan bakal jadi istrinya. Setelah lulus SMA, Tirto melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada yang kala itu masih memiliki cabang di Surabaya.

Tirto mengisi waktu luangnya sebagai wartawan Jawa Pos dengan tugas khusus meliput berita-berita pengadilan. Dengan sepeda ontelnya, Tirto melakukan wawancara dan meliput berbagai sumber untuk menulis laporan beritanya. Pada tahun 1954 Tirto pergi ke Jakarta untuk menemui sang kekasih Lisa yang saat itu kuliah di jurusan Sastra Inggris di Universitas Indonesia. Entah karena bucin atau apa, Tirto memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga.

Tirto dan Lisa diketahui menikah pada tahun 1957. Sama seperti saat masih di Surabaya, di Jakarta sambil kuliah ia bekerja di harian Sin Po dan majalah Pantja Warna berbekal pengalaman dari Jawa Pos. Setelah lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tirto ingin bekerja sesuai kapasitasnya di bidang hukum. Profesor Dr. Joko Sutono, dosennya saat itu, merekomendasikannya untuk bekerja Permina yang merupakan cikal bakal Pertamina

Tirto Utomo Pendiri Aqua
Tirto Utomo Pendiri Aqua (tempo.co)

Tirto ditempatkan oleh Permina di Pangkalan Brandan, sebuah kawasan pedalaman yang masih berhutan, sekitar 90 km dari kota Medan, Sumatera Utara. Berkat ketekunan serta kepiawaiannya bekerja selama 5 tahun di sana, karirnya naik sehingga diberi kepercayaan sebagai ujung tombak pemasaran minyak. Jabatannya sebagai Deputy Head Legal and Foreign Marketing membuatnya banyak berhubungan dengan warga negara asing (WNA).

Pada tahun 1971, Tirto ditugaskan Permina dan menghadiri perundingan kontrak kerjasama dengan perusahaan dari Amerika Serikat. Namun, pertemuan penting tersebut nyaris berantakan karena istri dari Mr. Raymond Todd—delegasi perusahaan Amerika Serikat—tiba-tiba diare setelah minum air yang disediakan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa istri Raymond mengalami gangguan pencernaan yang cukup serius akibat minum air yang kurang bersih.

Kejadian itu malah menyadarkan Tirto tentang fakta orang bule tidak bisa minum air yang direbus, melainkan air mineral yang steril. Dari situ naluri bisnis dan intuisi Tirto langsung bergelora untuk mendirikan perusahaan air minum dalam kemasan. Tirto melihat peluang besar untuk masa depan di sana, dimana hingga saat itu belum ada perusahaan AMDK di Indonesia. Pasalnya, masyarakat Indonesia pada tahun-tahun tersebut masih minum air dengan cara direbus.

Tirto pun langsung mengumpulkan saudara-saudaranya untuk mempelajari bagaimana cara memproses air minum dalam kemasan yang waktu itu belum ada di Indonesia. Tirto yang sama sekali tidak mengerti tentang proses pemurnian air mengutus Slamet Utomo sang adik untuk magang di Polaris Thailand. Polaris adalah perusahaan air minum dalam kemasan yang sudah beroperasi selama 16 tahun di Thailand. Dari sana Tirto lewat adiknya belajar bagaimana cara membuat AMDK.

Ketika Slamet kembali ke Indonesia, Tirto dan adiknya akhirnya mantap mendirikan perusahaan air minul dalam kemasan dengan modal Rp150 juta rupiah. Perusahaan bernama PT Golden Mississippi itu resmi berdiri pada 23 Februari 1973 di Bekasi. Pada awal berdirinya, Tirto hanya memiliki 38 karyawan dengan kapasitas produksi 6 juta liter per tahun. Tirto kemudian memilih untuk pensiun dini dari Permina untuk lebih fokus pada PT Golden Mississippi yang baru dirintisnya.

Lantaran belajar segalanya dari Polaris, tak heran saat awal-awal berdiri, Aqua kerap disebut meniru Polaris, mulai dari bentuk botol kecil 500 mili, mesin pengolahan air, dan mesin pencuci botol serta pengisi air. Nama Aqua sendiri awalnya tidak ingin digunakan Tirto, yang kala itu lebih memilih nama Puritas sebagai merek botol kemasannya. Yurilinda Lim, seorang konsultan Indonesia yang bermukim di Singapura, menyarankan agar mereka menggunakan kata Aqua.

Tirto sempat ragu, tetapi akhirnya memutuskan untuk memberi nama perusahaannya Aqua. Tirto berpendapat nama Aqua memang terdengar lebih mudah diucapkan dan diingat ketimbang Puritas. Nama itu dianggap tepat untuk meyakinkan pasar yang awalnya ditujukan untuk kalangan ekspatriat alias orang asing yang tinggal atau bekerja di Indonesia. Setelah bekerja selama setahun, pada tanggal 1 Oktober 1974, produk pertama Aqua diluncurkan.

Baca juga:

Coca-Cola, Green Spot, F & N, dan Sprite
Coca-Cola, Green Spot, F ) N, dan Sprite (carousell.sg)

Pada saat itu, minuman ringan seperti Coca-Cola, Sprite, 7-Up, dan Green Spot masih menjadi primadona. Oleh karena itu, ide untuk menjual air putih tanpa warna dan rasa dianggap sebagai gagasan gila. Benar saja, pada awal-awal penjualannya, Aqua kurang menarik minat warga Indonesia. Bahkan ketika diberikan secara gratis, orang tidak mau membelinya. Orang-orang saat itu menganggap tidak perlu membeli air mentah yang dikemas dalam botol kaca.

Aqua yang tidak kunjung menguntungkan sejak awal berdiri membuat Tirto setiap bulan harus menombok dari kantongnya sendiri untuk membayar gaji karyawan. Willy Sidharta, karyawan pertama Aqua yang saat itu menjabat kepala produksi, mengungkapkan Tirto menombok lumayan besar, sekira Rp 5-6 juta setiap bulan. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Willy dan karyawan Aqua untuk menjual air mineral dalam kemasan mereka yang tak kunjung membuahkan hasil.

Lantaran mesin pengolahan air di pabrik Aqua jarang digunakan saking sepinya, Willy memutuskan untuk membantu penjualan Aqua langsung. Dia mengemudikan mobil Mitsubishi milik Aqua dan berkunjung ke berbagai kampung di Jakarta. Awalnya Willy tidak percaya bahwa tidak ada orang di Jakarta yang ingin membeli Aqua. Namun, dia membuktikannya sendiri dengan menawarkan Aqua secara gratis, lalu dia dapati orang-orang masih enggan mencoba Aqua meskipun gratis. 

Pada Oktober 1977, Tirto mengumpulkan para pimpinan PT Golden Mississippi di Restoran Oasis miliknya di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat. Dalam rapat tersebut, Tirto memutuskan bahwa jika perusahaan tak kunjung menghasilkan keuntungan, ia akan menutup perusahaan itu pada bulan Januari 1978 atau tiga bulan dari pertemuan di hotel tersebut. Sejak pertama menjual air minum dalam botol pada 1 Oktober 1974, Aqua memang tak kunjung mendatangkan untung.

Saat rapat berlangsung, Tirto mempertimbangkan keputusan yang terbilang aneh, yakni menaikkan harga Aqua. Dia meminta bagian penjualan memperkirakan dampak dari kenaikan harga Aqua. Sekadar diketahui, saat itu Aqua dijual Rp75 per botol dengan volume 950 mililiter. Sementara produk sejenis di luar negeri dijual dengan harga 1 USD atau sekitar Rp350. Bagian penjualan memperkirakan penjualan Aqua akan turun 30 persen jika harga naik.

Setelah menghitung semua risiko, Tirto nekat menaikkan harga Aqua menjadi Rp175 atau sekitar US$ 0,5 untuk botol 950 mililiter, hampir tiga kali lipat dari harga sebelumnya. Keputusan tersebut malah menjadi penyelamat bagi Aqua yang hampir gulung tikar. Penjualan Aqua melonjak tiga kali lipat hingga akhir 1977. Willy menduga bahwa dengan mendekati harga pasar, kepercayaan konsumen tumbuh. Produk Aqua tak lagi dianggap negatif karena harganya terlalu murah.

Saat pembangunan Tol Jagorawi Tahun 1978, para insinyur dari Korea Selatan yang bekerja di sana memiliki kebiasaan meminum Aqua. Siapa menduga kebiasaan para insinyur asing itu menular ke rekan-rekan kerja pribumi sehingga masyarakat mulai menerima produk air Aqua. Pada akhir tahun 1970-an, Aqua sudah mulai dikenal oleh warga lokal. Bahkan pada tahun 1980-an, penjualan Aqua di pasar lokal sudah melampaui penjualan di kalangan ekspatriat.

Selain itu, produk air kemasan Aqua selalu hadir dalam acara olahraga seperti Pekan Olahraga Nasional (PON), kejuaraan badminton internasional, golf internasional, dll. Hal tersebut menjadikan masyarakat menganggap Aqua minuman sehat yang cocok untuk atlet. Iklan Aqua juga banyak muncul di televisi, media cetak, dan radio. Sampai sekarang, orang Indonesia masih menyebut air mineral dalam kemasan dengan sebutan Aqua, meski sebenarnya bukan merek Aqua.

Apalagi dengan makin memburuknya kualitas air tanah di kota-kota besar di Indonesia, air minum dalam galon yang dirintis Aqua sejak 1975 sudah jadi minuman standar di rumah tangga perkotaan. Saat pertama dijual, Aqua belum punya tabung galon plastik seperti yang biasa kita lihat hari ini. Ketika awal-awal dirilis, mereka menjual Aqua dalam tangki yang dikemas menyerupai tabung es putar keliling. Baru pada tahun 1980 Aqua beralih ke galon plastik impor.

Proses Pengisian Aqua Galon
Proses Pengisian Aqua Galon (detik.com)

Untuk menekan ongkos produksi, Aqua mendirikan pabrik pembuatan galon plastik di Bekasi pada 1984. Itulah pabrik galon plastik pertama di Indonesia. Sekarang, air minum dalam galon jadi salah satu tumpuan pendapatan Aqua. Pada tahun 1982, Aqua mengganti bahan baku (air) yang semula berasal dari sumur bor ke mata air pegunungan (self-flowing spring) karena dianggap mengandung komposisi mineral alami yang lebih kaya nutrisi dibanding air sumur.

Aqua pertama kali memiliki pesaing lokal pada tahun 1984, yaitu Oasis milik PT Santa Rosa Indonesia. Kini sudah banyak merek air kemasan lainnya yang jadi pesaing Aqua, mulai dari Le Minerale, Vit, Cleo, Nestle, Aguaria, Alto, dll. Namun Aqua tetap menjadi merek nomor satu saking melekatnya merek tersebut di mata masyarakat Indonesia. Aqua juga sampai sekarang masih jadi penguasa pasar air dalam galon dan sepertinya memang sulit untuk digoyahkan oleh produsen lain.

Berita Terkait.