Bulan Oktober 2015 silam, Universitas Kairo mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh dosen wanita di kampus tersebut memakai niqab atau cadar. Otoritas kampus tersebut menilai penggunaan cadar akan menghambat penyampaian materi perkuliahan, khususnya mata kuliah bahasa.
Kebijakan Universitas Kairo itu lalu disambut baik oleh parlemen Mesir. Bahkan, dalam waktu dekat ini parlemen Mesir akan menggelar pemungutan suara untuk memberlakukan larangan bagi para wanita memakai cadar di tempat-tempat umum dan instansi pemerintah.
Baca juga:
Mengutip dari Daily Mail, Kamis, 10 Maret 2016, sebuah pernyataan cukup kontroversial dilontarkan oleh salah satu anggota parlemen mesir, Dr Amna Nosseir. Mantan dekan Universitas Al-Azhar dan anggota Dewan Tertinggi Urusan Islam Mesir itu mengatakan wanita memakai cadar bukanlah tradisi agama Islam dan tidak diperintahkan dalam Al Quran.
Meski dalam Al Quran ada perintah agar para wanita menutup aurat mereka, tak ada satu pun ayat yang memerintahkan mereka menutup wajah mereka. Anggota dewan yang juga bergelar profesor di bidang ilmu perbandingan hukum itu menyebut cadar adalah tradisi umat Yahudi.
Mayoritas wanita muslim di Mesir sendiri jarang yang memakai cadar, kebanyakan menggunakan jilbab yang menutupi rambut dan seluruh tubuh mereka. Meski begitu, dalam 10 hingga 20 tahun terakhir, angka wanita yang memakai cadar di Mesir mengalami peningkatan yang signifikan.
Untuk menekan semakin naiknya jumlah wanita bercadar di Mesir, sebagian pihak di Mesir telah menerapkan larangan memakai cadar di muka publik. Bahkan pada pemilu akhir tahun lalu, para wanita yang memakai niqab diperintahkan membuka cadar mereka jika ingin memberi suara karena mereka harus diidentifikasi dengan jelas.